Minggu, 01 Februari 2015

Surat Untuk Masalaluku


 




Seperti pagi hari biasanya, ku memulai melangkahkan kaki menerjang ruang kelasku dengan melewati lorong-lorong bangunan lantai 1, bersama teman-temanku. Akupun tak tahu mengapa jika aku sedang berjalan dengan ketiga temanku yaitu viola, gracia, dan vania pasti selalu saja teman yang lain tunduk dihadapanku seperti layaknya akulah sang ratu dalam kerajaan SMP kami. Apa mungkin karena aku anak seorang artis? Tapi entahlah, aku tak terlalu menghiraukannya. Aku merasa seperti layaknya orang-orang biasa saja. Aku tergolong siswa yang berprestasi disekolah karena aku selalu saja mendapat pujian dari guru karena setiap nilai yang kudapatkan dalam masing-masing mata pelajaran, padahal aku mengira bahwa dirikulah murid terbodoh dalam sekolah ku. Akupun menjadi terkenal dan selalu saja diikutkan perlombaan antar sekolah oleh guruku hingga tingkat provinsi pun ku hantam walau hanya mendapat harapan, bukan juara. Mungkinkah ini yang membuat diriku memiliki banyak teman? Tapi aku tak pernah memikirkan ini sebelumnya karena aku merasa bahwa diriku telah nyaman dalam kehidupanku yang bebas dan mewah seperti ini dan aku tak ingin memikirkan hal yang macam-macam.
  Bel tanda pulang pun berbunyi. Aku dan teman-temanku memutuskan untuk membawa mobil baru hadiah dari orang tuaku lusa berjalan-jalan ke sebuah mall besar dikotaku. Aku selalu saja begitu, setiap hariku dipenuhi dengan shoping shoping dan shoping tanpa mempedulikan orang tuaku, karena aku berpikir bahwa aku anak tunggal yang terlantar dengan orang tuaku yang tak pernah mempedulikanku serta mereka yang selalu saja berurusan dengan dunia karirnya.
      Hingga suatu saat aku menyadari bahwa apa yang aku perbuat adalah kesalahan yang amat sangat fatal. Mamah dan papah telah dijemput oleh sang maha kuasa untuk kembali ke alam yang sebenarnya. Mamah tertidur selamanya bersamaan dengan papah saat mereka pulang ke Indonesia karena transportasi yang mereka pakai menabrak gunung saat akan mendarat. Saat pemakaman mereka, aku terbisu. Handphone yang kupegang mendarat diatas tanah yang berbaur dengan bunga. Aku merasa bahwa aku telah kehabisan air mata dan tak dapat mengatakan sepatah kata apapun kecuali doa. Aku masih amat sangat bersalah kepada mereka karena aku belum sempat untuk meminta maaf kepada mereka dan juga aku belum bisa membahagiakannya.
      Kini aku tak memliki siapapun lagi kecuali paman dan bibi pembantuku. Sekarang aku baru merasakan betapa sakitnya perasaan ini, hatiku serasa beku seperti es namun banyak sekali api yang berkobar disekitarnya bukan salju yang dingin atau angin yang sejuk. Aku merasa dirikulah yang jatuh dari pesawat, bukan mamah atau papah.
      “Tuhan, aku titip mereka dipelukanmu. Tolong bahagiakan mereka dengan cara-Mu dan tempatkanlah mereka disisi terbaikmu. Buat mereka selalu tersenyum. Aku menyayangi mereka, tapi aku rela jika aku harus melepasnyanamun mereka bahagia. Tuhan, kumohon, bisikan padanya bahwa hati ini tak akan pernah berhenti menyayangi mereka dan pikiran ini tak akan pernah melupakan mereka.” Hanya itu sepatah doa yang aku bisa ucapkan untuk mamah dan papah walau hanya dalam hati.
      Semua pelayat telah pulang, hanya tinggal aku, paman, dan bibi. Paman dan bibi mengajakku untuk pulang. Tetapi, aku merasa kakiku sangat susah untuk melangkah karena aku berpikir bahwa semua harta mamah dan papah telah disita untuk melunasi hutang-hutang perusahaanya. Kini aku tak tahu harus tinggal dimana dengan modal uang hanya 100 juta untuk kehidupanku selamanya. Syukurlah, paman dan bibi mengizinkanku untuk tinggal bersama mereka berdua namun jika aku mau. Mau tak mau aku harus mau tinggal bersamanya dengan kehidupan yang serba terbatas, dibanding aku hidup seorang diri entah dimana.
      Malam ini mungkin malam dimana aku memulai hidup baru tanpa mamah dan papahku. Aku mulai menyalakan handphone yang sedari tadi tak berguna di saku bajuku. Aku menekan ikon pesan dan aku memulai menulis sebuah pesan “Guys, tahukah kalian berapa lama masa yang kita lalui bersama? Tapi aku tak ingin tahu, karena kalian selamanya bagiku. Bersama kalian, tangisku terurai menjadi tawa dukaku kan terpecah menjadi bahagia dan airmata yang terlanjur jatuh takkan berubah menjadi nestapa. Bersama kalian, kepenatanku tergilas sirna. Terkadang, disuatu waktu, prasangka pernah menjauhkan kalian dariku. Tapi sungguh, amarah takkan bertahan lama dikalbuku. Ku merasa kalian adalah teman terbaikku tetapi dimanakah kalian sore tadi? Mengapa disaat ku butuhkan kalian, kalian malah tak disisiku? “ aku mulai mengirim pesan tersebut kepada ketiga teman-temanku, namun tak satupun dari mereka yang membalasnya. Aku merasa kecewa, tetapi aku tak ingin berburuk sangka kepada mereka. Akhirnya aku memutuskan untuk memejamkan mataku.
Sang surya mulai menunjukan dirinya. Aku mulai untuk beraktivitas. Kali ini, aku berangkat sekolah tanpa kendaraan karena jarak sekolah dengan rumah cukup dekat. Aku mulai melangkahkan kaki menuju ruang kelas setelah kakiku melewati pintu gerbang sekolah. Kini, tak ada lagi orang yang tunduk kepadaku. Apabila aku lewat didepan mereka, mereka hanya berbisik bisik dengan teman sebelahnya dan sesekali melirikku tajam. Hanya guru-guru saja yang mengucapkan bahwa mereka ikut berduka cita. Vania, viola dan gracia kini tak menjadi teman dekatku lagi. Mereka tak pernah menghampiriku lagi dikelas. Aku hanya seorang diri bagai burung yang sudah tak bisa terbang karena sayap yang patah. Selagi pelajaran dimulai, aku tak memperhatikannya sama sekali, entah apa yang diajarkan oleh guru di depan. Aku hanya bisa melamun dan sesekali mencoret-coret bukuku. Bel istirahat berbunyi, aku memutuskan pergi ke perpustakaan membawa diary ku dan sebuah pulpen merah. Aku bingung aku hendak berbuat apa. Tak ada lagi teman yang mau berteman denganku. Mungkin karena aku telah jatuh miskin. Hal itu membuat aku membuatku mencoretkan sesuatu di diary ku.
“Hmm.. mungkin tidak akan ada yang tau bagaimana perasaanku selama ini. Entah sebenarnya aku ada atau tidak. Mungkin aku terlihat tangguh, tapi sebenarnya tidak, aku lemah namun aku tidak ingin terlihat lemah. Mungkin benar firasatku bahwa aku tidak pernah yakin suatu saat nanti ada orang yang bisa mengerti bagaimana perasaanku ini bahkan orang-orang terdekatku. Tapi aku yakin jika mamah dan papahku mengeti bagaimana perasaanku yang sebenarnya. Mungkin aku lebih baik hidup tanpa teman namun bahagia. Dibandingkan hidup seperti ini yang selalu dikhianati oleh teman yang paling dekat denganku. Entah apa yang mereka mau. Mungkin juga memang diriku yang menyebalkan atau aku yang telah jatuh miskin dan tidak sebanding lagi dengan mereka.  Bila aku boleh jujur, aku ingin untuk keluar dari sekolah ini dan pindah kesekolah biasa namun bisa mendapat teman yang banyak. Tapi semua mustahil, aku tak ada uang lagi untuk mendaftar sekolah. Takkan ada yang namanya teman sejati. Disaat ku senang mereka ikut senang denganku, namun entah kemana mereka saat aku sedang terpuruk dalam kesedihan.Apa semua ini adil? Atau hanya sebenarnya aku hidup ditempat yang salah? Mungkin suatu saat nanti aku akan mencoba pergi kesebuah tempat dimana aku dapat mencari tempat yang benar-benar damai dan tentram dimana setiap orang saling menghargai satu sama lain. Jika itu ada, aku akan mengunjunginya dan bahagia disana. Kuharap ku menemukan tempat tersebut secepatnya. “ kutulis diaryku hingga bel masuk berbunyi. Aku kembali ke kelas dan mulai mengikuti pelajaran seperti biasa lagi hingga bel pulang berbunyi.
Hari demi hari terus berjalan. Tetap saja tak ada teman yang mendekatiku. Aku hidup dalam kebosanan setiap hari. Aku sadar bahwa hidupku didunia sia-sia tanpa teman. Besok adalah hari ulang tahunku ke 14 tahun. Aku mengharapkan jika di ulang tahunku yang ke-14 aku menemukan tempat dimana aku bisa bersama orang-orang yang menyayangiku. Hampir setiap hari aku mengungkapkan perasaanku hanya kepada diaryku.
Hari ini hari dimana aku berumur 14 tahun. Namun hanya paman dan bibi saja yang mengucapkannya. Aku menjadi semakin rindu mamah dan papah. Sehingga suatu waktu dimana aku pulang dari sekolah, aku mengalami kecelakaan parah. Hanya ada beberapa orang yang menolongku dan itupun sudah terlambat. Aku tertidur untuk selamanya menyusul mamah dan papahku dan aku benar-benar telah menemukan tempat dimana aku mendapat kebahagiaan dimana takan ada lagi teman yang menyakitiku dan aku bisa bertemu dengan papah dan mamah lagi.
Aku mulai menyadari pada ketika aku sukses, akhirnya teman-temanku tahu siapa aku sebenarnya. Dan ketika aku gagal, aku tahu siapa teman-temanku sebenarnya.

Rabu, 21 Januari 2015

TEMPAT WISATA KOTA CILACAP

Bingung liburan mau kemana? mending ke cilacap aja,banayak tempat wisata yang seru dan menyenangkan lohh!!
dan pastinya ga bakal buang-buang duit dan juga bakalan dapet pengalaman yang menarik

berikut adalah tempat wisata di cilacap:


1.Pantai Teluk Penyu

Pantai Teluk Penyu adalah pantai yang membujur dari Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap hingga ke Pulau Nusa Kambangan. Anda bisa melakukan aktivitas bahari seperti bermain Banana Boat atau berenang. Selain itu Anda juga dapat melihat aktivitas kapal-kapal tanker yang keluar masuk Pelabuhan Tanjung Intan dan perahu-perahu nelayan tradisional yang lalu lalang di sepanjang pantai.

Untuk mengisi perut setelah bermain-main di pantai, terdapat restoran-restoran sea food yang menyajikan masakan hasil laut yang mak nyusss, seperti ikan bakar, cumi-cumi asam manis, dan lain-lain. Jika Anda ingin membeli oleh-oleh untuk keluarga atau teman, di sepanjang pantai juga tersedia kios-kios/warung yang menjajakan ikan asin kering dan basah yang siap langsung dimasak serta aneka souvenir kerajinan kerang.

 


 
 
 
2.Benteng Pendem

 
Selain wisata pantai, Cilacap juga banyak menyimpan sisa sejarah masa lalu perjuangan kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah Benteng Pendem. Benteng Pendem, yang dalam bahasa Belanda disebut "Kusbatterij Op De lantong Te Tjilatjap" terletak sekitar 0,5 km dari Pantai Teluk Penyu. Benteng Pendem ini merupakan bekas markas pertahanan tentara Belanda di Pantai Selatan Pulau Jawa yang dibangun secara bertahap pada tahun 1861-1879.

Pada jaman pendudukan tentara Jepang, Benteng Pendem dijadikan markas tentara Jepang, namun setelah Jepang kalah perang dengan pihak sekutu, Benteng Pendem Cilacap kembali ke tangan tentara Belanda. Benteng Pendem juga pernah di jadikan markas TNI dan sempat di manfaatkan untuk markas latihan oleh Pasukan RPKAD (KOPASSUS).
Benteng Pendem terdiri dari bangunan-bangunan yang terpisah seperti barak prajurit, klinik, penjara, ruang Jenderal Belanda serta ruang amunisi. Konon, di benteng ini juga terdapat terowongan yang menembus ke laut sebagai sarana melarikan diri prajurit pada jaman dahulu.
 
 
 
 
3.Pulau Nusa Kambangan

Pulau Nusa Kambangan atau yang lebih dikenal dengan pulau penjara adalah salah satu obyek wisata yang dapat dikunjungi selama berada di Cilacap. Dengan menyeberang menggunakan kapal nelayan selama sekitar 10 menit dari Pantai Teluk Penyu, Anda akan langsung disuguhi keindahan pantai Pulau Nusa Kambangan. Berjalan menembus pepohonan di Pulau Nusa Kambangan dengan jalanan setapak dan medan yang naik turun serta udara yang masih segar menimbulkan sensasi tersendiri. 
 
Pulau Nusakambangan merupakan salah satu kawasan pantai selatan Kabupaten Cilacap yang dipisahkan oleh Selat Segara Anakan. Disini juga terdapat beberapa Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas I yang masih aktif antara lain: LP Permisan, LP Kembang Kuning, LPBatu, dan LP Besi. Di pulau ini kita juga dapat menemukan bekas benteng pertahanan Belanda, yaitu Benteng Karang Bolong dan juga sebuah pantai cantik yaitu Pantai Karang Pandan.




Dan tempat-tempat wisata lainnya antara lain :
1. Pulau Nusa Kambangan
2. Benteng Karang Bolong
3. Pantai Karang Pandan
4. Pantai Widarapayung
5. Gunung Srandil
6. Sedekah laut
7. Pantai Jetis
8. Pantai Indah Singkil Karangpakis
9. Pantai Ketapang Indah
10.Pantai Pasir Putih
11.Pantai Ranca Babakan
12.Pelabuhan Tanjung Intan
13.Segara anakan
14.Seleko
15.Air Panas Cipari
16.Curug Cigombong
17.Gua Bendung
18.Gua Masigitsela
19.Gua Ratu dan Gua Putri
20.Gua Ronggeng
21.ung Laut
22.Museum Soesilo Soedarman
23.Pantai Permisan
24.Hutan Payau (Mangrove)